Kamis, 30 Maret 2017

SERING BERTENGKAR MENJELANG PERNIKAHAN

September 1995, saya mulai bekerja di sebuah proyek pabrik di Padalarang dan di sana saya berkenalan dengan Pak SK, manager dari sub-kontraktor - sister's company
Bulan demi bulan berada di proyek yang sama, makan siang bareng, pulang bareng, akhirnya kami lebih dekat dibanding dengan karyawan lain.Sayangnya, dia tidak bisa mendapat penyesuaian gaji jika tetap bekerja di Bandung, dan Pak SK pindah kerja ke Jakarta mulai April 1996.
Ia selalu datang dari Jakarta setiap weekend, meskipun itu berarti 8 – 9 jam perjalanan pulang pergi. 
(Saat itu hanya ada jalan toll Jakarta - Cikampek, belum ada jalan toll Purwakarta - Padalarang).
Pada minggu sore, dia akan balik ke Jakarta, untuk kembali ngantor Senin pagi. 


Saat itu, handphone adalah barang sangat mahal dan masih langka. Jadi, cukup repot untuk menjalin komunikasi jarak jauh. Pertama-tama, saya harus mengirim pesan ke pager-nya, misalnya "Harap telepon saya di warung...", lalu dia akan mencari wartel (warung telekomunikasi) terdekat, dan melakukan interlokal ke fixed line (telepon rumah). Jika wartel sedang penuh, maka harus antri, menunggu bilik telepon kosong. 
Bisa juga, dia langsung telepon mendadak ke fixed line. Jika kebetulan saya ada dekat telepon, bisa langsung ngobrol. Tetapi bila tidak, maka dia akan titip pesan kepada Penerima Telepon, misalnya "nanti sekitar jam 7 malam akan telepon lagi" .... jadi jam 7 malam, saya akan stand by, tidak jauh-jauh dari telepon. Kebayangkan ... begitu banyak keterbatasan! Tidak seperti sekarang, di mana hampir setiap orang memiliki handphone, bisa dibawa ke mana saja, bahkan ke kamar mandi .... bisa mengirim berita, foto, video setiap saat, asal ada pulsa dan kuota data.
Akhir Desember 1996 lalu, keluarganya datang melamar. Sesudah "perhitungan hari baik", ternyata kami baru bisa menikah paling cepat 9 bulan yang akan datang.
(cerita lengkapnya ada di www.ayamrajawali.blogspot.co.id/2017/03/lamaran-sederhana.html )
 
Sesudah acara lamaran, kami semakin sering kangen ... ingin ngobrol lebih sering. 
Ada banyak item-item terkait pernikahan yang harus dibahas karena kami tidak memakai Event Organizer. Keluarganya yang jauh di pulau Batam, tentu saja tidak dilibatkan. Sedangkan orang tua saya sudah sibuk dengan urusan warung, order jahitan, orderan kue selain mengurus rumah karena mami tidak punya pembantu. 
Jadi, hanya kami berdua yang mengurus acara pernikahan ini.
Sungguh-sungguh kondisi yang sering membuat stress dan mudah memicu pertengkaran.
Maklum sih ... Koko juga cape menempuh Jakarta - Bandung - Jakarta setiap minggu.
Saat dia di Bandung, bukannya istirahat, malah pergi ke sana kemari, cari tempat resepsi yang masih kosong (akhirnya dapat Minggu siang - tanggal 30 November), survei supplier kartu undangan, survei tempat penyewaan gaun pengantin, cari salon untuk merias keluarga mempelai, survei kue pengantin, mengumpulkan bahan untuk membuat souvenir, booking gereja untuk pemberkatan, cari buku tamu, dan masih buaaaanyak lainnya.

Pilihan sih banyak, tetapi dana kami terbatas. Itu yang membuat pencarian jadi lebih melelahkan.
Untuk menghemat biaya, souvenir pun saya buat sendiri, lho! Berupa boneka kain, kepala beruang, yang belakangnya ditempel magnet untuk hiasan dinding lemari es.
So ... wajar kan, setiap bertemu malah jadi sering bertengkar untuk pernikahan yang hanya satu kali seumur hidup ini?
Sesudah kami berjauhan kembali .... eh kangen lagi, merasa menyesal kemarin bertengkar untuk masalah sepele.Konyolnya, saat bertemu lagi di akhir pekan .... eh, beda pendapat lagi.
Cape deh!

Rabu, 29 Maret 2017

LAMARAN SEDERHANA

Menjelang hari lamaran, kami sibuk berbenah dan "menyulap" warung tempat kami tinggal.
Dinding bagian luar yang terbuat dari papan-papan yang disusun tegak dan berjajar, sekarang ditutup dengan vitrage dan gordyn. Begitu juga lantai papan ditutup dengan plastik vinyl yang dibeli di pasar Kosambi. Langit-langit dibiarkan apa adanya, dengan harapan keluarga Pelamar yang datang tidak terlalu memperhatikan bagian atas.

Pada hari H, akhir Desember 1996, keluarga Koko SK dari Batam (Mamak dan ketiga saudara perempuan seumuran Mamak) datang dengan pesawat terbang ke Jakarta dan lanjut dengan perjalanan menggunakan mobil kantor ke Bandung. Bapak tidak bisa ikut karena Beliau sudah beberapa tahun ini terkena stroke.
Ternyata para sepuh ini tidak bisa berbahasa Indonesia.


Mamak hanya bisa berbahasa Melayu dan bahasa Khe (ini bahasa daerah, salah satu suku dari bangsa China). Untungnya ayah saya bisa berbahasa Khe, meskipun sudah banyak kosa kata yang lupa ….jadi deh … percakapannya campur aduk bahasa Melayu dan bahasa Khe. 
Kalau saja saat itu sudah ada acara TV "Upin Ipin"  setidaknya kami bisa lebih mengerti apa yang mereka katakan.
Mami dan saya yang hanya bisa berbahasa Indonesia dan bahasa Sunda, cuma manggut-manggut dan senyam-senyum. Tidak tahu persis apa yang mereka bicarakan, beberapa bisa ditebak-tebak, tetapi niat acaranya jelas … hari ini ada lamaran, ditandari dengan tukar cincin, lalu menghitung hari baik untuk menikah (menurut saya sih … setiap hari sebenarnya baik … tetapi tidak ada salahnya untuk menuruti apa yang diinginkan calon mertua, bukan?).

Ternyata, menurut perhitungan “orang ahli berhitung hari baik” yang Mamak bawa, saya dan Koko yang berbeda usia 6 tahun sebenarnya ciong (bertentangan, tidak cocok). Yang satu shio Kuda, yang satu shio Tikus (he he he ... padahal kami 100% manusia, anak-anak muda yang tidak percaya hal-hal seperti itu)
Jika diumpamakan arah mata angin, yang satu mengarah ke utara, yang lain ke selatan.
Dan ciong ini bisa dinetralkan dengan kehadiran anak ber-shio Macan (dilahirkan sesudah Februari 1998) atau bershio Monyet (dilahirkan Februari-Desember 2004). Semakin jauh dari bulan Februari semakin baik, supaya pengaruh shio dari tahun sebelumnya berkurang.
Kalau nikah terlalu cepat, kami berpotensi dapat “anak shio kerbau” atau “anak macan di bawah pengaruh kerbau”  Ck...ck ..ck … repotnya!
Berarti pernikahannya harus sesudah pertengahan 1997 supaya dapat “anak yang benar-benar (ber-shio) macan”.
Hm … siapa yang bisa yakin … bisa langsung hamil segera setelah menikah?
Kalau ternyata hamilnya terlambat, dan tahun (dengan shio) macan keburu berlalu… bagaimana?
Masak ya dipaksa lahir premature supaya tetap dapat “anak (ber-shio)  macan”.
By the way … acara tetap ditutup dengan makan bersama.

Setelah acara selesai, mereka dan saya langsung berangkat ke Cipanas – Garut.
Di sana terkenal dengan tempat pemandian air panas alam, ada banyak hotel dan motel.
Cocok banget untuk menyembuhkan encok, rematik, pegal-pegal ataupun hanya berendam.
Kami berenam mengambil 2 kamar untuk 1 malam saja.

Keesokan harinya, kami jalan-jalan ke kawah Tangkuban Perahu, lalu pulangnya mampir belanja oleh-oleh di factory outlet di sepanjang jalan Cihampelas. Koko menjadi penterjemah, komentator pilihan warna dan gaya, terakhir jadi penawar harga. Saya sih ngekor saja, tidak ikutan belanja. 
Sorenya mereka pulang ke Jakarta untuk terbang kembali ke Batam.

Sampai bertemu di acara pernikahan nanti, sekitar November 1997 di Bandung.

Cerita berlanjut ke
 www.ayamrajawali.blogspot.co.id/2017/03/sering-bertengkar-menjelang-pernikahan.html


Minggu, 26 Maret 2017

Hadiah yang Manis

Kartu ucapan dari Koko SK
Akhirnya bulan Desember (1996) datang juga. Kali ini ulang tahun ke-24 terasa lebih spesial, karena hidup terlihat begitu sempurna.
Tahun ini sudah selesai diwisuda, sudah resmi jadi Sarjana Teknik Sipil.
Oktober lalu baru dapat promosi jabatan jadi Asisten Project Manager untuk wilayah Bandung dan sekitarnya. Gajinya dinaikan cukup banyak, jadi Rp 1.15 juta sebulan.
Dan jika tidak ada aral melintang, akhir tahun ini saya akan dilamar. Hmm.... acara pernikahannya pasti tahun depan, karena harus booking gedung, katering, gaun dan kue pengantin, bla..bla...bla...

Ngomong-ngomong, Koko ternyata romantis juga.
Kalau lihat dari cover kartu ucapan selamat ulang tahun darinya....kayak ABG banget.
Ha ha ha....lupa kalau dia sudah 30.5 tahun.
Tetapi tulisan di dalamnya.... bikin meleleh.

Hiks...hiks....ternyata orang aneh yang saya kenal September tahun lalu, yang mukanya selalu ditekuk, yang badannya tinggi besar dan cocok jadi  "mafia / gangster" karena jarang bicara, jarang tersenyum, apalagi ketawa, ternyata bisa nulis macam ini.
( lengkapnya ada di 
www.ayamrajawali.blogspot.co.id/2017/03/orang-aneh.html )

So.. don't judged the book from its cover.

Cerita bisa berlanjut ke www.ayamrajawali.blogspot.co.id/2017/03/lamaran-sederhana.html

MEYAKINKAN CALON MERTUA



September 1995, saya mulai bekerja di sebuah proyek pabrik di Padalarang. (cerita lengkapnya ada di http://ayamrajawali.blogspot.co.id/2017/03/merangkak-meniti-karier.html)

Di proyek ini saya berkenalan dengan seorang manager dari sub-kontraktor, Pak SK.
Bulan demi bulan berada di proyek yang sama, makan siang bareng, pulang bareng, akhirnya kami lebih dekat dibanding dengan karyawan lain. Status pun berubah dari rekan kerja, menjadi .... kakak adik ketemu gede? (karena dia orang Batam yang sebatang kara di pulau Jawa dan tidak punya adik perempuan, sedangkan saya anak sulung). 
Sepertinya, itu hanya "status-statusan", karena kenyataannya kami sering jalan-jalan bareng, nonton bioskop bareng, malam mingguan, ... lebih cocok disebut pacaran tanpa kontak fisik, kali ya?

Sampai suatu hari di awal 1996, dia di-telepon kakak dan Mamak-nya, diingatkan untuk segera menikah karena Juni tahun ini umurnya sudah 30 tahun. Jangan ditunda-tunda terus karena adik lelakinya sudah punya 2 orang anak yang sudah bersekolah. Telepon itu memberi dia “wake-up call” untuk segera  memikirkan sebuah rumah tangga, memiliki anak-istri.
Sayangnya, dia tidak bisa mendapat penyesuaian gaji jika tetap bekerja di Bandung, oleh karena itu Pak SK pindah kerja ke Jakarta mulai April 1996, “mengejar impian baru”nya. 

Saat hari wisuda tiba, Mei 1996, Koko SK (sekarang sudah tidak dipanggil Pak, karena kami sudah tidak bekerja di tempat yang sama) sengaja datang dari Jakarta dan menemani saya juga mami menghadiri acara tersebut. Sesudah acara wisuda selesai, Koko menyampaikan rencananya untuk melamar (lho....katanya kakak adik ketemu gede? ) dan ternyata .... tidak direstui !
Mami berkata bahwa saya tidak cocok untuk Pak SK ... selain perbedaan umur 6,5 tahun, perbedaan karakter, mami tidak rela punya menantu "orang jauh". Mami lebih suka punya menantu orang Bandung dan sekitarnya, supaya tetap bisa dekat. Kalau punya menantu orang jauh, kuatir anaknya akan terlantar, tidak ada yang bisa menolong jika terjadi hal-hal buruk!
Selain itu, menurut mami, saya masih terlalu muda untuk menikah. Idealnya 25 tahunlah. Masa depan anaknya baru saja dimulai, baru menjadi karyawati, baru mulai punya penghasilan, belum membahagiakan orang tuanya! 
Wow ... padahal sudah berbulan-bulan ini Koko SK sering datang ke rumah, sering bertemu dan ngobrol dengan mami. Sepertinya, selalu mendapat tanggapan positif, tetapi ternyata ... jawaban mami "tidak seperti yang diharapkan"!
Meskipun kecewa... Koko SK “bisa mengerti” (apa benar-benar dia mengerti ... ngga tahu juga)
Ia menduga mami kena "daughter loss syndrome" mirip-mirip "loss power syndrome" kali.
Jadi ....Koko SK tidak mendebatnya!
Yang ia lakukan adalah tetap datang dari Jakarta ke Bandung setiap weekend, meskipun itu berarti 8 – 9 jam perjalanan pulang pergi. (Saat itu hanya ada jalan toll Jakarta - Cikampek, keluar di pintu tol Sadang, karena belum ada jalan toll Purwakarta - Padalarang).
Karena dia tidak punya saudara di Bandung, maka pada Sabtu malam, dia akan menginap di hotel melati, yang hanya ada kipas angin, tanpa AC, kadang dengan kamar mandi di luar kamar, yang berlokasi dekat dengan rumah kami. Dia jelaskan kepada kami bahwa dia sengaja cari kamar murah, supaya tetap bisa menabung untuk membeli tiket pesawat bagi keluarganya di Batam untuk datang ke Bandung saat lamaran nanti. Wah .. wah ... PD banget, ya! 
Pada minggu sore, dia akan menumpang tidur di lantai, dengan wajah yang terlihat lelah karena kemarin baru menempuh perjalanan Jakarta - Bandung. Beberapa jam lagi, dia akan balik ke Jakarta, kembali bekerja senin pagi. 
Ia pun tetap memperlakukan mami, papi dan adik-adik saya dengan baik. 
Setiap mami ada perlu keluar rumah, maka Koko SK akan menawarkan diri “menjadi supir”.
Di dalam acara keluarga besar, Koko aktif memperkenalkan diri ... ngobrol sana ngobrol sini ... gendong-gendong anak kecil ... dan anehnya, hampir semua anak kecil bisa cocok dengan dia, mau digendong ...bisa diajak tertawa ...(mirip marketing lagi promosi diri "kebapakan", he he he).

Hal lain, Koko mengingatkan saya untuk menjadi anak yang berbakti, sebisa mungkin memberi apa yang mami butuhkan. Dengan gaji Rp 700.000 / bulan, saya tetap menabung dan membelikan mami pakaian, sepatu, TV, mesin cuci, kulkas, sofa, dan lain-lain.
Kami berusaha membuktikan bahwa "kehadiran calon pasangan hidup" tidak selalu berarti "berakhirnya hubungan orang tua -anak".
Bahwa ... "cinta anak kepada orang tua" akan tetap ada, bisa paralel dengan "cinta kepada keluarga baru".
Akhirnya ... mami memberi ijin Koko SK untuk membawa keluarganya melamar di Desember 1996. 

cerita berlanjut ke www.ayamrajawali.blogspot.co.id/2017/03/lamaran-sederhana.html

Kamis, 23 Maret 2017

TIDAK DIRESTUI

Sesudah acara wisuda selesai, Koko menyampaikan rencananya untuk melamar... dan ternyata tidak direstui!

Mei 1996, hari wisuda akhirnya tiba. Koko SK (sekarang sudah tidak dipanggil Pak, karena kami sudah tidak bekerja di tempat yang sama) sengaja datang dari Jakarta dan menemani saya juga mami menghadiri acara tersebut. Mami sangat gembira, cita-citanya menguliahkan anak sampai jadi Sarjana menjadi kenyataan.
Itu perjuangannya dua puluh tahun lebih. Sesudah mami menikah di tahun 1972 dan tinggal di mess karyawan pabrik tekstil, tempat papi bekerja sebagai teknisi mesin. Untuk mencukupi kebutuhan hidup 2 anaknya (saya dan adik lelaki saya), mami membuat kue dan menjualnya kepada buruh dan karyawan di pabrik.
Sesudah kakek meninggal, kami pindah ke rumah bekas kakek di pinggir kali. Semua rumah berhimpitan, tidak ada yang punya septic tank. Untuk mencukupi kebutuhan hidup dan membayar uang sekolah, mami membuat es mambo. Saat hari raya, baik Natal ataupun Lebaran, mami menerima pesanan kue kering dan cake buah-buahan. Mami juga menerima jahitan baju. Di rumah pinggir kali itulah, tahun 1979, adik kedua saya lahir.
Ketika papi masuk usia pensiun, mami menyewa warung kecil di pinggir jalan yang bisa dilalui mobil dari 2 arah. Saat itu, tangan mami sudah kaku karena bertahun-tahun kontak dengan es telah merusak saraf-saraf tangannya. Hari ini, perjuangannya berbuah manis. Saya, anak sulungnya, sudah bekerja sebagai karyawan di sebuah kontraktor, sebelum resmi menjadi sarjana. 
Sesudah acara wisuda selesai, Koko menyampaikan rencananya untuk melamar.
Sikap mami langsung berubah... tidak merestui !
Mami berkata bahwa saya tidak cocok untuk Pak SK ... selain perbedaan umur 6,5 tahun, perbedaan karakter, mami tidak rela punya menantu "orang jauh" (orang Sumatera)
Lho ... ternyata kemarin-kemarin mami tidak menyampaikan hal itu karena melihat bahwa kami rekan kerja. Dengan adanya manager (Pak SK) yang dekat dengan anaknya (saya), mami merasa anaknya aman terlindungi, tidak akan diganggu oleh tukang / mandor.
Sekarang, Pak SK sudah pindah, dan fungsi perlindungan itu sudah tidak ada!

Padahal, kalau mau obyektif, keluarga mami lebih dari "orang-orang jauh".
Nenek (Ibu dari mami) adalah seorang Muslimah, pribumi asli kelahiran Garut – Jawa Barat. Sedangkan kakek adalah seorang keturunan Cina, beragama Kristen Advent (yang gerejanya hari Sabtu), yang sudah mempunyai 3 anak dari perkawinan pertama sebelum menikahi Nenek. 
Dari pernikahan kedua ini, mereka dikarunia 12 orang anak, di mana mami merupakan anak ke-10. Kakak ipar mami pun berasal dari beragam suku, agama, juga ras.
Di sisi lain, mertuanya mami, berasal dari daratan Cina dan mereka tetap bersembahyang di kelenteng sampai meninggalnya
(lengkapnya ada di www.ayamrajawali.blogspot.co.id/2017/01/keluarga-campuran.html

So ....dengan latar belakang mami seperti itu, kenapa Koko SK, orang Batam ini menjadi masalah? Kami berdua terheran-heran.
Koko SK menduga mami kena "daughter loss syndrome" mirip-mirip "loss power syndrome" kali.

Pernah satu weekend, Koko SK bawa 5 durian yang dia beli di pinggir jalan daerah Purwakarta (saat itu belum ada jalan toll Purbalenyi - Cikampek). Saat beli, sudah dicoba, tetapi entah bagaimana, ternyata hanya ada 2 durian yang "agak enak" (agak lho ya ....alias tidak terlalu enak). 3 durian lainnya tidak bisa dimakan sama sekali (ada yang keras, ada yang ternyata  busuk). 
Koko SK terkejut dan merasa dia "dikerjai" oleh penjual durian.
Tetapi Mami langsung bilang ... ini pertanda buruk! Orang yang memberi makanan seperti ini, orang yang tidak punya itikad baik. Nah lho!

Keadaan semakin tidak kondusif, saat saudara sepupu saya gagal nikah.
Padahal mereka sudah pacaran sejak SMA, kuliah bareng, lulus S1 bareng, dan cowok-nya dapat pekerjaan di Jakarta. Mereka sudah bertunangan, sudah mengatur semua rencana pernikahan (baju pengantin, salon untuk perias pengantin dan keluarga mempelai, gedung untuk resepsi, katering, bla bla bla) dan batal karena cowok-nya ternyata punya wanita lain dan sudah "tinggal-bareng" di Jakarta.

Mami langsung menjadikan kejadian ini sebagai bahan rujukan!
Tuh lihat ... yang sudah pacaran 7 tahun saja, yang kedua keluarga sudah saling kenal dan akrab, ternyata laki-lakinya bukan orang baik-baik, terbukti "bermasalah" ... apalagi kalian yang baru kenal "seumur jagung".
   
Hadeuh ... kalau sudah sentimen, semua jadi serba salah.