Cerita ini merupakan lanjutan dari
cerita “Dicarikan Jodoh”
Suatu hari di awal tahun 1996, saya
tidak masuk kerja, karena harus ke Rumah Sakit Imanuel – Bandung, untuk operasi
tumor. Hanya informasi singkat itu yang disampaikan ke Pak SG, atasan
saya.Operasi apa persisnya .... dirahasiakan, hanya keluarga yg tahu!
Semua proses dijalankan sejak pagi,
mulai cek tekanan darah, cek alergi obat untuk keperluan anastesi, test
golongan darah (kalau-kalau perlu transfusi darah) dan lain-lain.
Selesai operasi dan istirahat beberapa
jam di Rumah Sakit, kami langsung pulang.
Mami menitipkan saya di rumah Ii, adik
perempuannya di kota Cimindi, dekat Cimahi.
Perumahan yang cukup jauh dari jalan utama,
suasananya tenang, jauh dari hiruk pikuk warung mami ataupun rumah pinggir
kali, tempat saya tinggal.
Sebenarnya ini operasi kecil, tetapi
yang jadi concern dokter, ada garis keturunan kanker baik dari garis ayah
juga ibu. Nenek dari papi meninggal karena kanker rahim, sedangkan kakak
perempuan mami meninggal karena kanker otak.
Kalau, bicara luka / sakit … secara
fisik jelas, ada 2 sayatan sekitar 3 cm yang saat ini masih tertutup perban,
tetapi yang lebih buruk adalah mental …. rasanya begitu down dan
terpuruk.
Saat itu, informasi begitu terbatas.
Belum ada teknologi secanggih sekarang. Jangankan Google atau You
Tube, channel TV pun masih bisa dihitung dengan jari. Handphone masih
barang langka dan sangat mahal. Umumnya hanya pemilik perusahaan yang memiliki handphone,
itu pun sebesar batu bata. Level manager masih mengandalkan pager untuk
berkomunikasi.
Mau curhat … hm … ragu banget, apa
yakin orang yang diajak bicara bisa mengerti apa yang saya rasakan. Jadinya…
cuma bisa meringis nyeri plus bengong deh.
Menjelang jam 10 malam, telepon rumah
Ii berbunyi. Tidak berselang lama, saya dipanggil, sepertinya telepon dari mami
walaupun biasanya jam segini mami sudah tidur.
Waktu saya angkat, ternyata suara Pak
SK! Lho, koq bisa?
Dia kan tidak pernah datang ke rumah
ini. Bagaimana juga bisa tahu nomor telepon rumah Ii?
Di ujung telepon, nada suara Pak SK
agak marah…. “Kenapa saya tidak dikasih tahu?!
Saya malah dapat kabar
dari orang proyek
(sepertinya Pak Min)
Tadi saya datang ke
rumah, mami tidak mau kasih tahu kamu di mana!
Katanya jangan diganggu,
lagi perlu banyak istirahat!”
Saya cuma diam, koq dibombardir gini,
ya?
Terus dia melanjutkan perkataannya,
sekarang lebih lembut “Saya tadi langsung ke rumah
nenek. Ternyata kamu juga tidak ada di situ. Jadi, saya minta orang yang
tinggal di situ untuk mengorek informasi dari mami dan dapatlah nomor telepon
ini!”
Segitunya … jadi malam ini dia bikin
heboh 3 rumah deh. Hadeuh!
Hari pertama kembali ke kantor proyek,
hampir semua teman kantor bertanya: sakit apa? Kenapa sampai dioperasi?
Memangnya tidak ada alternatif? Bla...bla...bla....dan saya cuma nyengir,
senyam-senyum...rahasia la yah! Lagipula mereka semua laki-laki, sakit saya kan
perempuan banget... jadi buat apa dijelasin, malu!
Menjelang sore, kantor proyek lagi
sepi, banyak yang lagi pergi ke lapangan (project site).
Pak SG, atasan saya, membuka
pembicaraan: "Saya bisa tebak ...kira kira kamu
sakit apa! Dari pagi saya perhatikan...kamu selalu taruh tanganmu di antara
dada dan perut....berarti operasinya di daerah situ, kan?!... masalah
kewanitaan, ya?! makanya kamu ga mau kasih tahu kita-kita!"
Saya hanya diam, tidak mau terpancing.
Lalu Pak SG melanjutkan: "Maaf ya...saya terus terang saja nih...laki-laki itu tujuan
hidupnya ya punya keturunan. Apapun agamanya, suku bangsanya....orang miskin
sekalipun...ya tetap maunya punya keturunan. Kalau belum nikah tapi sudah
terlihat bakal ada masalah, kemungkinan sulit dapat anak...saya sih ga berani
ambil resiko! .... Kalau Pak SK berani, salut saya!"
Jleb! Hadeuh...Jujur amat sih?
Biarpun hal itu mungkin benar adanya,
tapi kan bikin sebel.
Lalu Pak SG menambahkan, "Kalau boleh istri kedua, masalah anak bisa beres koq"
Huh atau Hiks....ga tahu deh mau jawab
apa!
Di dalam hati ....Kasihan benar jadi
wanita jika dikhususkan hanya sebagai "produsen anak" dan kemudian
hanya mengurus anak-anak dan suami saja.
Sedih juga sih kalau gara-gara ini
saya sulit menikah.... tetapi hidup harus jalan terus, bukan? Masih banyak sisi
lain dari kehidupan yang bisa kita jalankan, daripada mengasihani diri sendiri.
Bukankah saya tetap bisa bekerja
secara halal, mempunyai penghasilan untuk menghidupi kedua orang tua yang suatu
saat pasti uzur dan tidak kuat bekerja lagi. Hm... saya akan tetap berguna.
Mengenai perkataan Pak SG tentang Pak SK, itu kan baru pendapat dia pribadi...bukan hasil diskusi. Bisa juga perkataan Pak SG hari ini untuk "balas dendam" karena saya tidak menanggapi positif saudaranya yang duda itu.
He he he.... semoga demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar