Seorang karyawan di kantor saya datang terpincang-pincang. Ternyata, pincangnya karena nasi goreng.
Kemarin
mendekati pukul 11 malam, anak satu-satunya merengek minta dibelikan nasi
goreng. Meskipun sudah dibujuk untuk makan apa yang ada di rumah, atau
dibuatkan mie instant, anaknya tetap minta nasi goreng meskipun di luar
sedang turun hujan.
Jadi, meskipun dia sudah sangat lelah dan mengantuk, ia memaksakan diri keluar, hujan-hujanan untuk mencari nasi goreng. Apa daya, saat melewati jalanan yang gelap, becek, dan licin karena hujan turun sejak sore hari, ia terpeleset jatuh.
Kejadian ini
mengingatkan saya akan kejadian di kampung halaman saya di Bandung.
(Silakan baca : Miskin sejak lahir)
Di kawasan
kumuh tempat saya tinggal, ada seorang janda yang mempunyai warung kecil di
depan rumahnya. Ia mempunyai beberapa orang anak tetapi anak bungsulah yang
paling disayanginya. Sejak anak ini kecil, meskipun anak ini belum mengerti
nilai sebuah barang, apakah suatu barang itu perlu atau tidak, apakah barang
itu mahal atau tidak, Ibu ini selalu berusaha memberikan “yang terbaik” untuk
anak bungsunya.
Setelah anak
ini tumbuh besar, ia pun menjadi anak yang trendi. Sepatu dan tas sekolah
pastilah barang dengan model terbaru. Jika trend berubah, meskipun sepatu dan
tas anaknya masih layak pakai, Ibunya akan mengupayakan barang trend terbaru supaya
anaknya tidak ketinggalan
jaman. Bersama berjalannya waktu, anak ini pun mengerti barang KW dan
meminta barang asli karena tidak mau diolok-olok temannya. So, sepatu real NIKE, bukan NIKE-NIKEan.
Saat masuk
SMA, dia minta dibelikan motor. Jaman itu, tahun 1980an, belum ada DP motor
murah seperti saat ini. So, kali ini
permintaannya tidak sanggup dipenuhi oleh Sang Ibu. Anak ini pun marah besar, mengamuk
dan memukuli Ibunya.
Sejak itu,
kejadian Ibu dipukuli oleh anak ini menjadi hal yang berkali-kali terjadi. Sang
Ibu tidak melawan karena merasa dirinya gagal
menyenangkan hati anak. Di sisi lain, abang-abangnya tidak terima dengan
perlakuan kasar yang dilakukan oleh si anak bungsu. Si anak bungsu tidak terima
bila ditegur / dinasehati berlanjut menjadi pertengkaran dan perkelahian
abang-adik.
Selulus SMA,
anak bungsu ini tidak melanjutkan sekolahnya. Ia menjadi preman untuk mendapatkan
uang karena sang Ibu yang semakin tua hanya sanggup memberi makan seadanya.
Suatu hari,
anak bungsu ini dikepung orang banyak dan dipaksa menikahi gadis yang
dihamilinya.
Saat anaknya
lahir dan kebutuhan hidup semakin banyak, ia semakin sering mengamuk, memukuli
Ibu dan istrinya. Berbeda dengan Ibunya yang hanya bisa diam dan menangis, sang
istri tidak tahan, kabur membawa bayinya.
Tidak lama
kemudian, Ibu yang merasa kehilangan cucunya ini jatuh sakit dan meninggal.
Anak bungsu ini pun mati muda karena terlibat premanisme dan narkoba.
Dari cerita tadi, kesan pertama tentulah ANAK DURHAKA.
Tetapi di sisi lain, asuhan Ibu-nya yang membentuk dia menjadi ANAK
MAMI dengan MIMPI-MIMPI INDAH yang dikondisikan oleh Ibunya
sejak dia kecil, berlanjut menjadi KECEWA
dan FRUSTASI, tidak bisa menerima kenyataan hidup yang sebenarnya dan
menjadi MARAH kepada Ibu.
Sebagian besar orang tua pasti sayang kepada anak-anaknya. (Saya tidak pakai kata “Semua” karena nyatanya banyak
bayi yang dibuang / dibunuh oleh orangtuanya karena tidak diharapkan … hiks
hiks tetapi cara membesarkan anak yang salah akan menjadi boomerang untuk
anak dan kembali ke orang tuanya.
Marilah menjadi orang tua yang bijaksana.
"Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat." Amsal 10 : 17
"Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat." Amsal 10 : 17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar