Sabtu, 18 Februari 2017

SUAMI KAYA HARTA …. MAU ?




Menjelang tahun 2000, kami menghadiri acara pesta pernikahan keluarga jauh. Selain pesta yang cukup mewah, orang tua pengantin pria yang secara ekonomi cukup makmur, telah memberikan mobil dan melunasi uang muka rumah sebagai hadiah untuk pengantin baru ini.Wow, meskipun pengantinnya baru berumur 20 tahunan,  mereka langsung mapan.

Hal itu menyebabkan saya kehilangan sukacita saat perjalanan pulang ke rumah kontrakan kami. Saya mengeluh….betapa hidup ini tidak adil. Mengapa banyak orang hidup bersusah payah, termasuk saya, di sisi lain, ada yang begitu mudahnya mendapatkan segala sesuatu.

Juli 2003, di sebuah acara kumpul keluarga, kami bertemu kembali dengan pengantin tersebut, yang sudah dikaruniai seorang anak. Sang istri sekarang menjadi karyawati dan suaminya sedang menganggur. Hm … dari gelagat mereka, sepertinya ada masalah dalam rumah tangga ….Semoga perasaan kami ini salah.

Beberapa tahun berlalu, beredar kabar bahwa mereka dalam proses perceraian. Lho?
Bukan masalah orang ketiga, bukan juga masalah ekonomi, tetapi masalah kedewasaan.
Ketika mereka menikah, mereka adalah pasangan “a boy and a girl”.
Bersama berjalannya waktu, sang istri menjadi Wanita (Woman), tetapi suaminya tetap a boy, tidak kunjung menjadi dewasa (Man).

Suaminya selalu punya alasan untuk berhenti dari pekerjaannya. Tidak cocok dengan lingkungan kerjanya lah…. tidak cocok dengan rekan kerjanya lah …. tidak cocok dengan pekerjaannya lah … dan kemudian menganggur di rumah. Sesudah didesak-desak oleh istri dan orang tuanya, baru dia mencoba lagi, tetapi pekerjaan yang baru pun tidak akan berlangsung lama.

Suaminya terbiasa meminta bantuan kepada orang tua, bahkan sesudah anak mereka lahir.
Bahkan ketika ekonomi orang tuanya redup, suaminya tetap tidak berubah.
Urusan bayar cicilan rumah, biaya hidup sehari-hari dan biaya anak, istrilah yang berperan penuh, menjadi pencari nafkah dan suaminya terus “menikmati hidup yang cuma satu kali ini”. Suaminya asyik sendiri bersama teman-temannya, main bilyar, ke kafe / diskotik, jalan-jalan, pokoknya have fun terus.
Kesabaran istri ini pun habis dan ia menggugat cerai.

Hm … ternyata punya suami kaya harta bukan jaminan hidup bahagia, ya?
Yang penting ternyata kaya akhlak, kaya budi pekerti, kaya hati…. Kaya harta bisa menyusul jika Tuhan ijinkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar