Kamis, 23 Maret 2017

TIDAK DIRESTUI

Sesudah acara wisuda selesai, Koko menyampaikan rencananya untuk melamar... dan ternyata tidak direstui!

Mei 1996, hari wisuda akhirnya tiba. Koko SK (sekarang sudah tidak dipanggil Pak, karena kami sudah tidak bekerja di tempat yang sama) sengaja datang dari Jakarta dan menemani saya juga mami menghadiri acara tersebut. Mami sangat gembira, cita-citanya menguliahkan anak sampai jadi Sarjana menjadi kenyataan.
Itu perjuangannya dua puluh tahun lebih. Sesudah mami menikah di tahun 1972 dan tinggal di mess karyawan pabrik tekstil, tempat papi bekerja sebagai teknisi mesin. Untuk mencukupi kebutuhan hidup 2 anaknya (saya dan adik lelaki saya), mami membuat kue dan menjualnya kepada buruh dan karyawan di pabrik.
Sesudah kakek meninggal, kami pindah ke rumah bekas kakek di pinggir kali. Semua rumah berhimpitan, tidak ada yang punya septic tank. Untuk mencukupi kebutuhan hidup dan membayar uang sekolah, mami membuat es mambo. Saat hari raya, baik Natal ataupun Lebaran, mami menerima pesanan kue kering dan cake buah-buahan. Mami juga menerima jahitan baju. Di rumah pinggir kali itulah, tahun 1979, adik kedua saya lahir.
Ketika papi masuk usia pensiun, mami menyewa warung kecil di pinggir jalan yang bisa dilalui mobil dari 2 arah. Saat itu, tangan mami sudah kaku karena bertahun-tahun kontak dengan es telah merusak saraf-saraf tangannya. Hari ini, perjuangannya berbuah manis. Saya, anak sulungnya, sudah bekerja sebagai karyawan di sebuah kontraktor, sebelum resmi menjadi sarjana. 
Sesudah acara wisuda selesai, Koko menyampaikan rencananya untuk melamar.
Sikap mami langsung berubah... tidak merestui !
Mami berkata bahwa saya tidak cocok untuk Pak SK ... selain perbedaan umur 6,5 tahun, perbedaan karakter, mami tidak rela punya menantu "orang jauh" (orang Sumatera)
Lho ... ternyata kemarin-kemarin mami tidak menyampaikan hal itu karena melihat bahwa kami rekan kerja. Dengan adanya manager (Pak SK) yang dekat dengan anaknya (saya), mami merasa anaknya aman terlindungi, tidak akan diganggu oleh tukang / mandor.
Sekarang, Pak SK sudah pindah, dan fungsi perlindungan itu sudah tidak ada!

Padahal, kalau mau obyektif, keluarga mami lebih dari "orang-orang jauh".
Nenek (Ibu dari mami) adalah seorang Muslimah, pribumi asli kelahiran Garut – Jawa Barat. Sedangkan kakek adalah seorang keturunan Cina, beragama Kristen Advent (yang gerejanya hari Sabtu), yang sudah mempunyai 3 anak dari perkawinan pertama sebelum menikahi Nenek. 
Dari pernikahan kedua ini, mereka dikarunia 12 orang anak, di mana mami merupakan anak ke-10. Kakak ipar mami pun berasal dari beragam suku, agama, juga ras.
Di sisi lain, mertuanya mami, berasal dari daratan Cina dan mereka tetap bersembahyang di kelenteng sampai meninggalnya
(lengkapnya ada di www.ayamrajawali.blogspot.co.id/2017/01/keluarga-campuran.html

So ....dengan latar belakang mami seperti itu, kenapa Koko SK, orang Batam ini menjadi masalah? Kami berdua terheran-heran.
Koko SK menduga mami kena "daughter loss syndrome" mirip-mirip "loss power syndrome" kali.

Pernah satu weekend, Koko SK bawa 5 durian yang dia beli di pinggir jalan daerah Purwakarta (saat itu belum ada jalan toll Purbalenyi - Cikampek). Saat beli, sudah dicoba, tetapi entah bagaimana, ternyata hanya ada 2 durian yang "agak enak" (agak lho ya ....alias tidak terlalu enak). 3 durian lainnya tidak bisa dimakan sama sekali (ada yang keras, ada yang ternyata  busuk). 
Koko SK terkejut dan merasa dia "dikerjai" oleh penjual durian.
Tetapi Mami langsung bilang ... ini pertanda buruk! Orang yang memberi makanan seperti ini, orang yang tidak punya itikad baik. Nah lho!

Keadaan semakin tidak kondusif, saat saudara sepupu saya gagal nikah.
Padahal mereka sudah pacaran sejak SMA, kuliah bareng, lulus S1 bareng, dan cowok-nya dapat pekerjaan di Jakarta. Mereka sudah bertunangan, sudah mengatur semua rencana pernikahan (baju pengantin, salon untuk perias pengantin dan keluarga mempelai, gedung untuk resepsi, katering, bla bla bla) dan batal karena cowok-nya ternyata punya wanita lain dan sudah "tinggal-bareng" di Jakarta.

Mami langsung menjadikan kejadian ini sebagai bahan rujukan!
Tuh lihat ... yang sudah pacaran 7 tahun saja, yang kedua keluarga sudah saling kenal dan akrab, ternyata laki-lakinya bukan orang baik-baik, terbukti "bermasalah" ... apalagi kalian yang baru kenal "seumur jagung".
   
Hadeuh ... kalau sudah sentimen, semua jadi serba salah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar