Minggu, 22 Januari 2017

MISKIN SEJAK LAHIR



Ibu saya lahir di tahun 1944, sebagai anak ke-10. Selain punya 11 saudara kandung, ia pun punya  kakak tiri dari ibu juga 3 kakak tiri dari ayah. Kehidupan ekonomi saat awal kemerdekaan RI itu tidaklah mudah , apalagi dengan banyak anak. Sesudah gagal meneruskan kuliah di tahun pertama, Ibu bekerja di Apotik.

Keluarga ayah saya merupakan pendatang di Indonesia. Ayah hanya lulusan Sekolah Rakyat (sekarang setara dengan Sekolah Dasar) dan bekerja sebagai teknisi mesin di pabrik tekstil. Mereka tinggal di tanah + 3 x 11 meter berstatus Eigendom Verponding (hak tanah milik orang Belanda), di pinggir kali.

Mereka menikah tahun 1972, dan tinggal di mess karyawan pabrik. Untuk mencukupi kebutuhan hidup saya dan adik, Ibu berjualan kue di pabrik. Sesudah kakek meninggal, kami pindah ke rumah pinggir kali tersebut. Aksesnya berupa jalan kecil yang hanya bisa dilalui becak. Ada banyak jalan kecil yang saling terhubung dan berfungsi juga sebagai tempat jemuran, tempat bermain, tempat parkir motor tamu, juga tempat Ibu-Ibu cari kutu rambut. Semua rumah berhimpitan, tidak ada yang punya septic tank. Jika “tempat bermain” sedang penuh, kami pindah main ke kali. Di saat musim hujan, kali relative bersih karena banyak kotoran hanyut, tetapi jika musim kemarau, kalinya mengeluarkan bau kurang sedap, karena menjadi septic tank terbuka.
Di tempat itulah, saya dan adik lelaki saya bertumbuh sejak balita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar