Ibu saya lahir di tahun 1944, sebagai anak ke-10. Selain punya 11 saudara
kandung, ia pun punya kakak tiri dari
ibu juga 3 kakak tiri dari ayah. Kehidupan ekonomi saat awal kemerdekaan RI itu
tidaklah mudah , apalagi dengan banyak anak. Sesudah gagal meneruskan kuliah di
tahun pertama, Ibu bekerja di Apotik.
Keluarga ayah saya merupakan pendatang di Indonesia. Ayah hanya lulusan
Sekolah Rakyat (sekarang setara dengan Sekolah Dasar) dan bekerja sebagai
teknisi mesin di pabrik tekstil. Mereka tinggal di tanah + 3 x 11 meter
berstatus Eigendom Verponding (hak
tanah milik orang Belanda), di pinggir kali.
Mereka menikah
tahun 1972, dan tinggal di mess karyawan pabrik. Untuk mencukupi kebutuhan
hidup saya dan adik, Ibu berjualan kue di pabrik. Sesudah kakek meninggal, kami
pindah ke rumah pinggir kali tersebut. Aksesnya berupa jalan kecil yang hanya
bisa dilalui becak. Ada banyak jalan kecil yang saling terhubung dan berfungsi
juga sebagai tempat jemuran, tempat bermain, tempat parkir motor tamu, juga
tempat Ibu-Ibu cari kutu rambut. Semua rumah berhimpitan, tidak ada yang punya
septic tank. Jika “tempat bermain” sedang penuh, kami pindah main ke kali. Di
saat musim hujan, kali relative bersih karena banyak kotoran hanyut, tetapi
jika musim kemarau, kalinya mengeluarkan bau kurang sedap, karena menjadi
septic tank terbuka.
Di tempat
itulah, saya dan adik lelaki saya bertumbuh sejak balita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar