Pada tanggal 23 September 2010, saya
mendapat undangan bertemu dengan seorang pemilik perusahaan besar tanggal 27 September 2010 pk 18.00 di Kebayoran Lama – Jakarta Selatan. Untuk itu saya mempersiapkan diri
dari ujung kepala sampai ke ujung kaki, berlatih
“jika ditanya apa, harus jawab apa” dan extra doa agar semua lancar.
Pada hari H, mulai jam 3 sore hujan
turun deras. Saat
saya pulang kerja, tepat jam 5 sore di Senayan, hujan sudah
reda. Ternyata macet sangat parah, dan s.d. pukul 18.15 nyaris tidak
bergerak di perempatan Simprug. Saya ambil jalan
alternative, bahkan melawan arah dan masuk ‘jalan tikus’ ternyata
tidak bergerak juga.
Menjelang
pk 18.30, saya kembali menelepon PEMILIK untuk
ketiga kalinya dan bertanya, “Saya akan cari ojek, dan jika tidak ada (ojek) saya akan
berjalan kaki ke sana. Apakah Ibu bersedia menunggu? Itu perlu waktu lama
tetapi tetap lebih cepat daripada naik mobil dalam keadaan begini”
Sesudah dijawab “YA!” saya dengan
sepatu hak 7 cm berjalan kaki di antara padatnya kendaraan, hujan, genangan air
bercampur lumpur, kadang berjalan di ‘taman/rumput/tanah becek’ karena
trotoar pun ramai dilalui motor, dan
beberapa kali berhenti untuk bertanya arah karena saya tidak mengerti daerah
tersebut.
Sambil berjalan, saya berkali-kali
bertanya,” Tuhan, jika memang Tuhan tidak ijinkan saya bergabung dengan
perusahaan ini, apa perlu cara se-ekstrim ini untuk berkata TIDAK?! “
Saya tiba lewat pk 19.00, dengan
penampilan berantakan dari ujung kepala sampai ke ujung kaki, langsung dibawa 2
security menghadap PEMILIK dan
Direktur HR yang sudah menunggu lama. Sambil
ngos-ngosan dan keringat mengucur deras, saya hanya bisa berkata “MAAF, saya
datang sangat terlambat. Terima kasih sudah menunggu lama”.
PEMILIK ini langsung menjawab, “Saya suka sama kamu! Pertama, kamu mau jalan
kaki menemui saya. Itu bikin saya penasaran dan mau menunggu kamu. Kamu mau
berjuang. Kedua, saya sudah bayangkan kamu akan datang dengan wajah BT, sebel,
kesal ... ternyata saat kamu muncul di pintu masuk utama, kamu tersenyum cerah. Kamu tidak terpengaruh oleh keadaan. Ketiga,
saya pikir kamu akan berkata: jalannya macet, banjirnya tinggi, motor-motornya
liar, lampu merah mati, atau apapun ... ternyata kamu hanya berkata saya minta
maaf. Kamu tidak menyalahkan siapapun atau apapun. Saya mau kamu jadi karyawan saya!”
Direktur HR langsung berkata, “Padahal
saya ajukan beberapa kandidat dari kemarin, sebagian dijawab TIDAK, sebagian
lagi dijawab RAGU-RAGU, tapi kamu langsung diterima di menit pertama”
PUJI TUHAN!!
Keesokan harinya, di halaman pertama
koran KOMPAS, ada foto ukuran besar dengan tulisan pelengkap foto: “.... genangan air setinggi lebih kurang 50
sentimeter di seberang mal Gandaria City ... mengakibatkan banyak kendaraan
yang terjebak sehingga menimbulkan kemacetan panjang”
Foto itu tepat menunjukan tempat di
mana saya bergumul tadi malam!
Tuhan memberi saya ‘kenangan
pengingat” bahwa ketika rencana kita berantakan, bahkan Tuhan sepertinya tidak kompak untuk memberi jalan yang lancar,
itu karena Tuhan sedang menyiapkan sesuatu yang lebih besar dari yang kita
pikirkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar